Monday, November 9, 2015

SURAKARTA MASA PERANG KEMERDEKAAN


Masa Perang Kemerdekaan 1945-1949

Pada masa ini terjadi sejumlah peristiwa politik yang menjadikan wilayah Surakarta kehilangan hak otonominya. Pada masa perang revolusi,Pakubuwana XII naik takhta hampir bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 1 September 1945, Sri Sunan Pakubuwana XII mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Negeri Surakarta Hadiningrat

yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari negeri Republik Indonesia dan berdiri di belakang pemerintahan pusat RI. Pada tanggal 6 September 1945 Pemerintah RI memberikan piagam kedudukan kepada Sri Sunan Pakubuwana XII yang ditandatangani oleh Soekarno dan tertanggal 19 Agustus 1945.
Komitmen pemerintah untuk menjadikan surakarta menjadi daerah istimewa ditunjukkan dengan diangkatnya Panji Suroso tanggal 19 Oktober 1945 sebagai komisaris tinggi untuk Surakarta bersifat istimewa. Pengakuan tersebut masih diperkuat lagi dengan pemberian pangkat militer kepada Sri Suna Pakubuwana XII dengan pangkat Letjen pada tanggal 1 November 1945. Belanda yang tidak merelakan kemerdekaan Indonesia berusaha kembali merebut dengan kekerasan. Pada bulan januari 1946 Ibu kota Indonesia terpaksa pindah ke Yogyakarta karena Jakarta jatuh ke tangan Belanda 


Gerakan Anti Monarki Oleh Tan Malaka Oktober 1945

Kemudian, pada Oktober 1945, muncul gerakan Anti swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya ialah Tan Malaka, pimpinan Partai Murba. Tujuan gerakan ini ialah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara & Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini ialah perampasan tanah-tanah pertanian yg dikuasai Mangkunegara & Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan sosialis.

Tanggal 17 Oktober 1945, Pepatih Dalem [perdana menteri] Kasunanan KRMH Sosrodiningrat diculik & dibunuh oleh gerombolan Anti swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yg umumnya kerabat raja & diganti orang-orang yg pro gerakan Anti swapraja. Maret 1946, Pepatih Dalem yg baru KRMT Yudonagoro juga diculik & dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yg sama.

Pemerintah RI Membekukan Status Daerah Istimewa Surakarta


Karena banyaknya kerusuhan, penculikan & pembunuhan, maka untuk sementara waktu Pemerintah RI membekukan status DIS & menurunkan kekuasaan raja-raja Kasunanan & Mangkunegaran & daerah Surakarta yg bersifat istimewa sebagai karesidenan sebelum bentuk & susunannya ditetapkan undang-undang. Status Susuhunan Surakarta & Adipati Mangkunegara hanya sebagai simbol saja di masyarakat & warga negara Republik Indonesia, serta Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni & budaya Jawa.
Pemerintahan Pakubuwana XII

Awal pemerintahan Pakubuwana XII hampir bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia. Belanda yg tak merelakan kemerdekaan Indonesia berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan Januari 1946 ibu kota Indonesia terpaksa pindah ke Yogyakarta karena Jakarta jatuh ke tangan Belanda. Barisan Banteng berhasil menguasai Surakarta sedangkan pemerintah Indonesia tak menumpasnya karena pembelaan Jendral Sudirman. Bahkan, Jendral Sudirman juga berhasil mendesak pemerintah sehingga mencabut status Daerah Istimewa Surakarta.

Pada awal pemerintahannya, Pakubuwana XII dinilai gagal mengambil peran penting & memanfaatkan situasi politik Republik Indonesia. Bahkan, sampai muncul rumor bahwa para bangsawan Surakarta sejak dahulu merupaken sekutu pemerintah Belanda, sehingga rakyat merasa marah & memberontak terhadap kekuasaan Kasunanan, padahal fitnah itu amat sangat tak benar & keliru. Karena seperti diketahui, para raja-raja Kasunanan terdahulu merupaken salah satu penentang pemerintah penjajah yg paling utama.

Meskipun gagal secara politik, namun Pakubuwana XII tetap menjadi figur pelindung kebudayaan Jawa. Pada zaman reformasi, para tokoh nasional, misalnya Gus Dur, tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanah Jawa. Pakubuwana XII wafat pada tanggal 11 Juni 2004, & masa pemerintahannya merupaken yg terlama diantara para raja-raja Kasunanan terdahulu, yaitu sejak tahun 1945-2004. Sepeninggalnya terjadi perebutan tahta antara Pangeran Hangabehi dangan Pangeran Tejowulan, yg masing-masing menyatakan diri sebagai Pakubuwana XIII.

Saat ini, konflik dua Raja Kembar telah usai sesudah Pangeran Tejowulan melemparkan tahta Pakubuwana kepada kakaknya yakni Pangeran Hangabehi dlm sebuah rekonsiliasi resmi yg di prakarsai oleh Pemerintah Kota Surakarta bersama DPR-RI, & Pangeran Tejowulan sendiri menjadi mahapatih [pepatih dalem] dengan gelar KGPHPA [Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung.

No comments:

Post a Comment